Senin, 11 Juni 2012

3 Pemain Asing Kota Probolinggo dan Bondowoso United Telantar

Krisis finansial yang melanda tim sepakbola gabungan dua daerah, Persipro, Kota Probolinggo dan Bondowoso United (Probond-U), berdampak pada para pemain. Tiga pemain asing di Probond-U, Syilla Mbamba, Camara Abdoulaye Sekou, dan Salomon Begondo pun telantar karena belum menerima gaji.

”Kami sudah mendatangi rumah Pak Syaiful Bahri (Dirut Utama Probond-U, Red.) Kamis (7/6) lalu di Bondowoso untuk menagih gaji kami,” ujar Camara, Senin (11/6) pagi tadi. Tetapi upaya Camara bersama dua legiun asing lainnya itu gagal lantaran Syaiful tidak ada di rumahnya.

Ketiga legiun asing itu hanya ditemui puteri Syaiful yang berusia 7 tahun. Ketika Camara cs bermaksud bertemu dengan istri Syaiful, bocah perempuan itu mengatakan, ibunya terbaring di rumah sakit.

Tidak putus asa, Camara cs kemudian mendatangi gedung DPRD Bondosowo. Soalnya, Syaiful adalah anggota DPRD dari PKNU. ”Kata Sekretarian Dewan, Pak Syaiful tidak ada di DPRD soalnya anggota DPRD tidak ke kantor kalau tidak ada rapat,” ujarnya.

Tiga legiun asing itu pulang dengan tangan hampa ke Kota Probolinggo. ”Kami menduga Pak Syaiful sengaja bersembunyi,” ujar Mbamba.

Ketiga pemain asing itu mengaku, sengaja ngeluruk rumah Syaiful atas saran Nasution, Direktur Teknik Probond-U dan Walikota HM. Buchori. Trio Afrika itu mengaku, hingga kini belum dibayar oleh managemen Probond-U, padahal kompetisi sudah berjalan.

”Teman-teman Afrika di tim lain sudah menerima gaji, bahkan mereka sesekali bisa pulang kampung ke Afrika,” ujar Mbamba.

Yang membuat trio pemain asing itu khawatir, Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) yang mereka miliki telah habis. ”Jika kami ingin melanjutkan kompetisi kami harus mengurus KITAS yang biayanya lumayan mahal, Rp 30 juta,” ujar Camara.

Dihubungi terpisah, Nasution mengatakan, untuk sementara menempuh cara persuasif terhadap kepemimpinan Syaiful di Probond-U. ”Kalau cara kami tidak digubris, ya kami akan menempuh jalur hukum, melaporkan Pak Syaiful ke pengadilan,” ujar politisi PDIP itu.

Sebelumnya, Nasution sempat membeber semua “dosa” Syaiful. Mulai gaji pemain yang belum dibayar, uang muka kontrak 25% yang belum dilunasi, hingga soal uang kompetisi Rp 500 juta dari PT Liga Primar Indonesia Sportindo (LPIS) yang belum jelas peruntukannya.

Ketidakberesan komunikasi antara Bondowoso-Probolinggo, kata Nasution, memicu sejumlah efek buruk. Di antaranya, pemain mengancam mogok bermain hingga mereka ngeluruk ke Bondowoso.

“Managemen Probond-U itu seharus berperan sebagai ayah, selalu memantau kondisi anak-anaknya. Apa sudah makan, apa punya kesulitan. Bukan diam saja,” ujarnya.

Berdasarkan catatan, Probond-U memang baru “seumur jagung”, didirikan 12 November 2011 lalu. Gabungan dari dua tim, Persatuan Sepakbola Kota Probolinggo (Persipro) dan Bondowoso United.

Sebelum bergabung menjadi Probond-U, managemen Persipro kebingungan karena terancam tidak bisa berlaga di Divisi Utama IPL. Soalnya sejak 2012, Persipro ”disapih” dari APBD Kota Probolinggo.

Sesuai Permendagri 10/2011, pemerintah tidak membolehkan lagi APBD tahun 2012 untuk “menyusui” klub sepakbola profesional. Padahal pada 2010 dan 2011 lalu, Persipro masih disubsidi APBD sebesar sekitar Rp 3 miliar/tahun. Sejumlah klub sepakbola yang sudah berlaga di divisi utama termasuk Persipro pun kelimpungan.

Pesipro pun kebingungan harus ke mana mencari dana Rp 3 miliar untuk modal berlaga di divisi utama. Ibarat peribahasa, “Pucuk dicinta ulam tiba” (mengharapkan pucuk daun/kulupan ternyata yang datang ikan), Persipro pun bergembira dengan datangnya investor dari Bondowoso yang membawa “ikan”.

Adalah Syaiful Bahri Husni, Manager Bondowoso United yang mengajak Persipro bergabung, sekaligus menjanjikan pendanaan. Sebuah memori kesepahaman (Memorandum of Understanding) pun ditandatangani Syaiful (Manager Bondowoso United) dan HM. Buchori (Ketua Umum Persipro), 12 November 2011.
 

Tidak ada komentar: